Senin, 29 November 2010

Strukturalisme

Levis-Strauss

Mitos dan Karya Sastra

Heddy Shri Ahimsa-Putra

 

Dalam konsep Strukturalisme Levi-Strauss struktur adalah model-model yang dibuat oleh ahli antropologi untuk memahami atau menjelaskan gejala kebudayaan yang dianalisisnya. Yang tidak ada kaitannya dengan fenomena empiris kebudayaan itu sendiri (Ahimsa, 2006; 60).

1.     Levi-Strauss, Bahasa dan Kebudayaan

Ahimsa (2006: 24-25) menyebutkan bahwa ada beberapa pemahaman mengenai keterkaitan bahasa dan budaya menurut Levi-Strauss. Pertama, bahasa yang digunakan oleh suatu masyarakat merupakan refleksi dari keseluruhan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.

Kedua, menyadari bahwa bahasa merupakan salah satu unsur dari kebudayaan. Karena bahasa merupakan unsur dari kebudayaan maka bahasa adalah bagian dari kebudayaan itu sendiri. Hal ini dapat kita lihat juga pendapat para pakar kebudayaan yang selalu menyertakan bahasa sebagai unsur budaya yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Untuk itu jika kita membahas mengenai kebudayaan kita tidak pernah bisa lepas dari pembahasan bahasa (lihat, Koentjara Ningrat; 1987).

Ketiga, menyatakan bahwa bahasa merupakan kondisi bagi kebudayaan. Dengan kata lain melalui bahasa manusia mengetahui kebudayaan suatu masyarakat yang sering disebut dengan kebudayaan dalam arti diakronis. Dengan bahasa manusia menjadi makhluk sosial yang berbudaya. Yang kedua, bahasa merupakan kondisi bagi kebudayaan karena material yang digunakan untuk membangun bahasa pada dasarnya memiliki kesamaan jenis atau tipe dengan apa yang ada pada kebudayaan itu sendiri.

Hubungan atau korelasi bahasa dan budaya terjadi pada tingkat struktur (mathematical models) dan bukan pada statistical models (Ahimsa, 2006). Model-model matematis pada bahasa dapat berbeda pada tingkatan dengan model matematis yang ada pada kebudayaan.

 

2.     Levi-Strauss Dan Linguistik Struktural

pemahaman mengenai teori strukturalisme Levi-Strauss lebih baik, perlu disampaikan konsep bahasa menurut para ahli linguistik yang mempengaruhi lahirnya teori ini. Diantara mereka yang sangat berpengaruh terhadap pandangan Levi-Strauss adalah; Ferdinan de Saussure, Roman Jakobson dan Nikolay Trobetzkoy. Dari ketiga pemikir linguistik ini, Levi-Strauss memiliki keyakinan bahwa studi sosial bisa dilakukan dengan model linguistik yaitu yang bersifat struktural. (Levi-Strauss, 1978 via Ahimsa 2006).

a. Ferdinand de Saussure

Sebagai penemu konsep linguistik modern, wajar jika de Saussure dianggap sebagai orang yang paling berpengaruh terhadap teori Strukturalisme.

Terobosan pemikiran de Saussure dimulai pada pemikirannya mengenai hakekat gejala bahasa. Pemikiran ini kemudian melahirkan konsep struktural dalam bahasa dan juga semiologi atau yang sekarang disebut dengan semiotik (Ahimsa, 2006).

Ada lima pandangan de Saussure yang mempengaruhi Levi-Strauss dalam memandang bahasa. Yaitu;

 

1. Signified (tinanda) dan signifier (penanda);

Bahasa adalah suatu sistem tanda (sign). De Saussure berpendapat bahwa elemen dasar bahasa adalah tanda-tanda linguistik atau tanda kebahasaan (linguistic sign), yang wujudnya tidak lain adalah kata-kata.

Tanda adalah juga kesatuan dari suatu bentuk penanda yang disebut signifier, dengan sebuah ide atau tinanda yang disebut signified, walaupun penanda dan tinanda tampak sebagai entitas yang terpisah-pisah namun keduanya hanya ada sebagai komponen dari tanda. Tandalah yang merupakan fakta dasar dari bahasa (Culler; 1976, 19 via Ahimsya, 2006 h. 35).

2. Form (wadah) dan content (isi)

Wadah atau form adalah sesuatu yang tidak berubah. Dalam konsep ini, isi boleh saja berganti tetapi makna dari wadah masih tetap berfungsi. Untuk menjelaskan konsep ini memang agak sulit. Kiasan yang sering digunakan untuk menggambarkan kedudukan wadah (form) dan isi adalah pergantian salah satu fungsi dari komponen permainan catur.

3. Bahasa (Langue) dan Tuturan (Parole)

Konsep langue merupakan aspek yang memungkinan manusia berkomunikasi dengan sesama. Inilah kenapa langue membicarakan juga aspek sosial dalam linguistik. Dalam langue terdapat norma-norma, aturan-aturan antarperson yang tidak disadari tetapi ada pada setiap pemakai bahasa. Disisi lain parole merupakan tuturan yang bersifat individu, ia bisa mencerminkan kebebasan pribadi seseorang.

4. Sinkronis (Synchronic) dan Diakronis (Diachronic)

De Saussure meyakini akan adanya proses perubahan bahasa. Oleh karena itu keadaan ini menuntut adanya perbedaan yang jelas antara fakta-fakta kebahasasan sebagai sebuah sistem, dan fakta-fakta kebahsaan yang mengalami evolosi (Culler, 1976, via Ahimsa, 2006; 46). Karena sifatnya yang evolutif maka tanda kebahasaan sepenuhnya tunduk pada proses sejarah.

5. Sintagmatik dan Paradigmatik

Dalam kontek ini de Saussure menyatakan bahwa manusia menggunakan kata-kata dalam komunikasi bukan begitu saja terjadi. Tetapi menggunakan pertimbangan-pertimbangan akan kata yang akan digunakan. Kita memiliki kata yang mau kita gunakan sebagaimana penguasaan bahasa yang kita miliki. Disinilah hubungan sintagmatik dan paradigmatik itu berperan.

Hubungan sintagmatik dan paradigmatik terdapat dalam kata-kata sebagai rangkaian bunyi-bunyi maupun kata-kata sebagai konsep (Ahimsa, 2006; 47).

 

b. Roman Jakobson

Meskipun Jakobson terlahir setelah de Saussure, ia dikenal sebagai pengembang Semiotika Klasik. Konsep yang ditawarkan oleh Roman Jakobson (1896-1982) lebih condong pada para ahli bahasa dari Rusia (Rusian Linguist).

Pemikiran Jakobson berpengaruh besar pada diri Levi-Strauss pada konsepnya mengenai fenomena budaya. Jakobson memberikan pandangan kepada Levi-Strauss tentang bagaimana memahami atau menangkap tatanan yang ada di balik fenomena budaya yang sangat variatif tersebut (Ahimsa, 2006; 52).

Dalam pemikiran Jakobson unsur terkecil dari bahasa adalah bunyi. Dengan demikian kata diartikan sebagai satuan bunyi yang terkecil dan berbeda. Fonem sebagai unsur bahasa terkecil yang membedakan makna, meskipun fonem itu sendiri tidak bermakna.

Jakobson yakin bahwa fungsi utama dari suara dalam bahasa adalah untuk memungkinkan manusia membedakan unit-unit semantis, unit-unit yang bermakna, dan ini dilakukan dengan mengetahui ciri-ciri pembeda (distinctive features) dari suatu suara yang memisahkannya dengan ciri-ciri suara yang lain.

 

c. Nikolai Troubetzkoy

Nikolai mempengaruhi Levi-Strauss dalam hal strategi kajian bahasa yang berawal dari konsepsi mengenai fonem. Nikolai berpendapat bahwa fonem adalah sebuah konsep linguistik, bukan konsep psikologis. Artinya, fonem sebagai sebuah konsep atau ide berasal dari para ahli bahasa, dan bukan ide yang diambil dari pengatahuan pemakai bahasa tertentu yang diteliti. Jadi fonem tidak dikenal oleh pengguna suatu bahasa, kecuali ahli fonologi dari kalangan mereka atau mereka yang pernah belajar lingusitik. (Ahimsa, 2006)

 

3.     Beberapa Asumsi Dasar.

Ahimsa (2006; 66-71) menyebutkan bahwa strukturalisme memiliki beberapa asumsi dasar yang berbeda dengan konsep pendekatan lain. Beberapa asumsi dasar tersebut adalah sebagai berikut;

 

1. Dalam strukturalisme ada angapan bahwa upacara-upacara, sistem-sistem kekerabatan dan perkawinan, pola tempat tinggal, pakaian dan sebagianya, secara formal semuanya dapat dikatakan sebagai bahasa-bahasa (Lane; 1970; 13-14 Ahimsya; 66).

 

2. Para penganut strukturalisme beranggapan bahwa dalam diri manusia terdapat kemampuan dasar yang diwariskan secara genetis sehingga kemampuan ini ada pada semua manusia yang normal. Yaitu kemampuan untuk structuring, untuk menstruktur, menyususun suatu struktur, atau menempelkan suatu struktur tertentu pada gejala-gejala yang dihadapinya.

 

Dalam kehidupan sehari-hari apa yang kita dengar dan saksikan adalah perwujudan dari adanya struktur dalam tadi, akan tetapi perwujudan ini tidak pernah kompolit. Suatu struktur hanya mewujud secara parsial (partial) pada suatu gejala, seperti halnya suatu kalimat dalam bahasa Indonesia hanyalah wujud dari secuil struktur bahasa Indonesia. (Ahimsa, 2006; 68).

 

3. Mengikuti pandangan dari de Saussure yang berpendapat bahwa suatu istilah ditentukan maknanya oleh relasi-relasinya pada suatu titik waktu tertentu, yaitu secara sinkronis, dengan istilah-istilah yang lain, para penganut strukturalisme berpendapat bahwa relasi-relasi suatu fenomena budaya dengan fenomena-fenomena yang lain pada titik waktu tertentu inilah yang menentukan makna fenomena tersebut.

1 komentar:

  1. Assala:mu'alaikum..
    Ki:f ha:luki ya: uxti:
    ismahu:ni: an aktuba qali:lan min ta'li:qi:. :)

    Qad darastuha: fi lja:mi'a. lakinna ma: minha: fi: ra?si:. Ya: Allah, qad nasi:tuha:. Kalau tidak salah, materi ini sempat saya ikuti waktu kuliah pengantar linguistik umum dan metode penelitian linguistik. Saat itu, susah sekali masuk ke otak. hehehe... :)

    BalasHapus

ingat saudaraku!!!!

Barang siapa yang memelihara ketaatan

Kepada ALLAH di masa muda dan masa kuatnya,

maka ALLAH akan memelihara kekuatannya

disaat tua dan saat kekuatannya melemah.

Ia akan tetap di beri kekuatan, pendengaran,

penglihatan, kemampuan berpikir dan kekuatan akal.

(ibnu Rajab Al-Hambali)


idza shadaqa al 'azamu wadla'a al sabil

Hanya orang yang mau berfikirlah yang meghargai kita, menghargai arti penting dawah. Aku ingat dalam catatan harian Soe Hok Gie ia pernah menuliskan

(Don’t think you can frighten me by telling me that I am alone. God is alone……….
the loneliness of God is his strength…)


Icetea Ghizha
Icetea Ghizha
Create Your Badge

BELAHAN JIWAKU

BELAHAN JIWAKU
saudara seperjuangan di SKI FISIP UNAIR tercinta